Malam yang semakin
larut dan tak ada lagi sosok yang berlalu lalang didepan teras rumahku, yang
ada hanyalah suara jangkrik dan hamparan angin malam yang dingin menusuk kulit
dan menghempas sampai ketulang. Aku duduk terdiam dalam lamunanku, membayangkan
dan berfikir mengapa semuanya kosong? Apa yang sedang mereka fikirkan, Hingga
kita berpecah seperti ini?
Dimalam ini aku hanya
duduk terdiam tanpa berkata seribu kalimat yang sering aku ucapkan. Hanya
kedipan mata yang penuh tanda tanya yang aku sorotkan ke beberapa bintang yang
menemaniku malam ini. Persahabatan yang mungkin belum lama kita jalin kini
retak seperti kaca yang pecah, serpihannya bertebaran dengan fikiran mereka
masing-masing. Ada yang bertebaran tanpa kawan dan ada juga yang bertebaran
dengan kawan. Saat ini aku tak tahu aku memihak siapa, siapa yang salah dan
siapa yang benar, siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak. Semuanya
menjadi pertanyaanku setiap kali aku melihat mereka berseteru. Suasana
persahabatan itu berubah menjadi suasana permusuhan seperti singa yang haus
akan mangsanya. Siapa yang berhak atas mangsanya dan yang kuatlah yang akan
menang.
***
Pagi itu aku terdiam
disudut lorong kantin, menunggu ketiga sahabatku datang. Disana aku masih dalam
keadaan tidak sadar seperti aku masih berada dalam mimpiku. Keinginanku untuk
menyatukan kaca-kaca yang telah retak itu menjadi sebuah kaca yang indah dengan
hiasan-hiasan lampu yang berpijar membuatku banyak melamun. Aku terus terhanyut
dalam lamunanku, yang ada diotakku saat ini hanyalah sahabat-sahabatku.
“Ra…..!!” terdengar
suara yang memanggilku dari belakang. Suara itu memecah lamunanku dan aku
serentank menoleh kearah suara itu.
“Ra, gimana sich kamu
itu. dipanggil tiga kali nggak ada respon sama sekali. Ngelamunin apa sich?”
tanya sahabatku astrid.
“hayoo.. ngelamunin
Fandi ya?” goda temanku syasya.
“ah…. Kalian ini, nggak
kok cuma lagi mencari imajinasi nich buat cerpen baruku…. hehehehe” jawabku bergurau.
“lho.. kalian cuma
berdua? Thata keman?” sambungku lagi
“udahlah jangan bahas
thata disini, males banget punya sahabat yang nggak punya hati seperti dia.”
Jawab astrid dengan ketusnya.
“iya Ra, udahlah kamu
jangan bahas-bahas penghiyanat itu lagi. dia lebih memilih laki-laki itu dibanding
kita-kita, sahabatnya. Dia malah milih cowok yang belum dia kenal. Apa coba
kalau bukan penghiyanat?” sahut syasya dengan wajah yang garang.
Aku hanya terdiam
dengan seribu kalimat yang keluar dari bibir astrid dan syasya. Aku bingung
dengan apa yang mereka fikirkan. Mengapa hanya gara-gara sosok baru yang hadir
dalam persahabatan kami membuat semuanya retak. Hanya gara-gara Indra kakak
kelas kami yang mulai mendekati Thata.
“ngapain sich kalian
terus-terusan kayak gini? Aku bingung mengapa kita nggak bisa akur kayak dulu
lagi. Apa yang salah?” tanyaku dengan sorot mata yang berkaca dan pergi
meninggalkan astrid dan syasya.
***
Kuberjalan dengan penuh
fikiran. Tanpa tentu arah aku terus menelusuri jalan yang tanpa tujuan.
Menjelajahi fikiranku yang membuatku slalu bertanya-tanya. Tanpa ku sadari, aku
sampai pada ujung jalan yang sering kami berempat singgahi sepulang sekolah.
Aku duduk diantara bunga-bunga yang memberikan warna tempat favorit kami. Indah
dan membuat hatiku tenang saat berada disana. Aku mulai berfikir kapan waktu
yang tepat untuk mempertemukan mereka bertiga dan menyatukan retakan-retakan
itu.
“Kring.. kring..
kring..” tiba-tiba HP ku berbunyi dan ku lihat ada satu pesan dari Fandi.
Sayang,
kamu sekarang ada dimana? Aku cari disekolah kamu sudah nggak ada. Nanti sore aku
tunggu kamu ditempat biasa ya. Love you sayang.
***
“sayang, kamu kok
bengong aja? Ada masalah? Kamu cerita dong sama aku.” hibur Fandi sambil
menatap mataku yang kosong.
Aku hanya terdiam dan
entah memengapa seperti hanya ragaku yang ada saat ini bersama Fandi. Semua
fikiranku melayang entah kemana. Semuaya serasa mengambang dalam ingatanku.
“sayang…” panggil Fadil
membangunkanku dari lamunanku.
“i……..iya syang, ada
apa?” jawabku kaget.
Fandi pun memeluk
tubuhku dan dia terus memberiku semangat dan dorongan. Dia tak henti-hentinya
memeluk dan mencium keningku untuk menunjukan bahwa dia akan slalu ada untukku.
Akupun mulai bangkit dari semua lamunanku dalam dekapan Fandi aku bertekat
untuk mencoba menyatukan sahabat-sahabatku yang kini tak lagi kukuh dalam janji
kami.
“aku percaya kamu pasti
bisa sayang. Jangan pernah kamu menyerah dan terpuruk dalam masalah-masalah
yang sedang kamu hadapi aku yakin kamu bisa melewatinya dan aku akan selalu
disisimu dalam keadaan apapu Rara sayang.” Bisik Fandi yang masih memeluk
tubuhku yang semakin erat dia memeluknya.
***
Pagi yang indah dengan
ribuan suara burung yang merdu dan embun masih terasa basah mengenai kulitku.
Aku duduk didalam angkot yang masih sedikit penumpag yang diangkut. Pagi ini
sebelum malam tahun baru aku berencana mempertemukan mereka bertiga untuk
menyelesaikan masalah kami. Aku tidak ingin persahabatan kami terus memanas.
Sesampainya aku dirumah
astrid, dihalamannya aku terdiam sebentar. Aku melihat sekeliling rumah asrid
yang terlihat sepi. Taman yang kotor dengan banyaknya daun yang berguguran.
Perlahan-lahan aku berjalan menuju pintu utama dan selangkah aku perjalan aku
mendengar jeritan yang sangat lantang dari dalam rumah itu. Setelah mendengar
jeritan itu, aku mempercepat langkahku dan membuka pintu itu, yang ku lihat
astrid yang terkapar dilantai dengan darah dipergelangan tangannya. Aku segera
membawa astrid yang dengan penuh darah dinadinya kerumah sakit. Kebingungan,
ketakutan, kekhawatiran dan kesedihan mulai menguasai diriku seperti aku tak
mampu menopang diriku sendiri.
***
Sampailah aku dirumah
sakit, tanganku masih berlumuran darah. Disana aku seperti orang yang sedang
dikejar-kejar rasa takutku sendiri. Syasya dan Thata pun tiba dirumah sakit dan
langsug memegang pundakku dengan memberontak dan mata mereka haus akan
pertanyaan-pertanyaan. Aku masih tak tersadar dari fikiranku sendiri, aku masih
tak percaya dengan apa yang sedang aku lihat dan aku saksikan. Sahabatku
mencoba ngengakhiri nyawanya sendiri.
“Ra…. Bagaimana keadaan
astrid?” tanya Thata dengan memengang tanganku
“Ra…. Kamu jangan diam
aja dong, kami tanya bagaimana keadaan astrid dan kenapa sampai kayak gini?”
sambung syasya dengan penuh rasa penasaran.
“A….aku…. aku nggak
tahu, aku datang astrid udah terkapar dilantai dengan darah dinadinya.” Jelasku
dengan masih tak percaya.
Dokterpun keluar dari
kamar Astrid dan langsung menemui kami yang penasaran dengan keadaan Astrid.
“kalian keluarganya?”
tanya dokter kepada kami yang berdiri didepan pintu.
“kami sahabatnya dok.
Bagaimana keadaan sahabat kami dok?” tanya Syasya.
“syukur alhamdulilah,
sahabat kalian bisa terselamatkan. Ini berkat adek ini yang cepat membawanya ke
rumah sakit, telat beberapa menit saja bisa fatal.” Jelas dokter sambil meligat
kearahku yang msih nampak seperti orang yang hilang kesadaran.
Kami benar-benar
bersyukur dan merasa lega dengan kabar yang diberikan kepada kami semua.
Diaknosa dokter mengatakan ada sedikit gangguan syaraf di dalam otak astrid sehingga
dia nekat melakukan hal-hal diluar akal sehat. Itu semua diakibatkan dari
masalah-masalah yang sedang diahadapinya dan hanya orang-orang didekatnyalah
yang bisa menyembuhkannya.
***
Ke esokan harinya
bertepatan dimalam tahun baru, astrid pun mulai tersadar dari obat bius yang
diberikan dokter dan saat dia tersadar aku yang sedang berada bersamanya. Aku
tersentak saat astrid menyebuat nama kami bertiga segeralah aku memberi kabar
Thata dan Syasya untuk kerumah sakit. Saat itu astrid terus-terusan memanggil
nama kami dan dia ingin segera bertemu Thatha dan Syasya,
Tak lama beberapa jam
Thata dan Syasya tiba dirumah sakit dan kami berempatpun saling pertemu.
Tatapan kami terus tertuju pada astrid yang sedang terbaring lemah diatas
bulu-bulu lembut yang menopang tubuhnya yang masih lemah.
“Tha….” Kata astrid
yang menatap kearah Thata.
“iya, As..” jawab Thata
seraya memegang tangan Astrid.
“maafin aku ya, yang
selalu mementingkan ego ku. Aku seharusnya seneng melihat kamu bersama Indra.
Aku hanya takut kamu tak perduli lagi dengan kita saat setelah kamu jadian
dengan indra.” Jelas astrid yang terus menatap Thata dengan mata yang
berkaca-kaca.
“iya Tha.. maafin aku
juga ya jika aku selalu menghakimi kamu. Aku hanya takut kehilangan sahabat
seperti kamu.” Lanjut Syasya yang mendekat kearah Thata.
“hemmmm…(sedikit
mengambil nafas). Iya kawan, aku sudah memaafkan kalian semua. Aku juga tak
menyalahkan kalian dengan apa yang kalian perbuat kepadaku dan aku tak akan
pernah meninggalkan kalian, sahabat-sahabatku”
jawab Thata dengan tersenyum kepada kami. Kamipun membalas senyumannya
dan kami kembali akur seperti kaca-kaca yang baru.
“hay.. hay.. malam ini
malam tahun baru temen-temen, bagaimana kalau kita lihat kembang api barengan?”
selaku untuk mencairkan suasanya.
“Tapi astrid masih
dalam perawatan.” Lanjut Thata.
“aku udah baekkan kok
kawan.” Jawab astrid sambil melihat kearah Thata.
“Oke, kalau begitu
nanti malam kita bawa kabur Astrid.” Syasya member ide dengan wajah yang
berbinar-binar. Kamipun setuju dengan ide Syasya.
***
Malam harinya kami
bertiga melancarkan aksi kami untuk membawa astrid kabur dari rumah skiat.
Mungkin ide ini, ide yang gila dan terlalu beresiko karena keadaan astrid yang
masih belum setabil tapi kami akan selalu menjaga astrid dan kami akan selalu
bersamanya.
Sebelum jam 12 malam
kami telah sampai dibukit belakang rumah sakit. Kami menantikan kembang api
bersama-sama tanda bergantian tahun. Tak lama beberapa menit (siittttttttt……..
terrrrrr…. Siiiittttt…….. duuooorrrrrr) pesta kembang api dimulai. Kami
berempat terpanah melihat keindahan itu, dan kami menikmati pergantian tahun
bersama-sama. Kami saling menatap satu sama lain, tersenyum dalam kedamaian.
Inilah persahabatan
yang indah yang menjadi kado terindah dimalam tahun baru ini. Aku dan semua
masalalu ditahun kemarin akan menjadi catatan-catatan terindah dan terpahit.
Membuka kembali catatan-catatan yang akn membuatku dan orang disekelilingku
menjadi lebih baik, menjadikan semua catatan-catatan yang lalu sebagai
pelajaran dan pengalaman. Tak perlu kita selalu melihat dan membuka
catatan-catatan itu. Ku tutup catatan masalaluku dan ku buka catatan tahun
baruku. HAPPY NEW YEAR ALL.
by: Winda Prameswara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar