Menantikan hujan
berhenti dan memberikan senyuman terindah untukku. Warna senyuman yang indah,
yang memberikan warna dalam hidupku. Tapi sebelum kehadirannya, senyuman itu
selalu membawakanku selimut gelap, menyelimutiku dalam ketakutan, berwarna
hitam, kelam. Suaranyapun memecah keheningan dalam hatiku.
Tak dapat lagi berkata,
tak dapat lagi bermimpi. Tinggal menghitung hari. Setiap hari hanya menantikan
senyum itu hadir menyapaku setelah kegelapan yang menyelimuti hatiku. Dan menantikan
dirinya, pangeran pembawa pelangi yang biasa menemaniku.
Dalam anganku, aku
selalu bermimpi dapat selalu bersama pangeran pembawa pelangiku, menanti
pelangi diujung danau yang sering aku singgahi. Tersenyum bersama dalam
keramahan alam. Berbagi canda dan tawa dalam suka dan duka. Apa yang sedang
terjadi padanya sekarang ini? sikapnya atas diriku berbeda, tak sama seperti
dulu.
***
Pagi yang selalu hadir
dan sang fajarpun senantiasa menyapaku. Memberikan alunan termanis dalam
sentuhan pagi.
“ahhhhhh…. Sudah pagi
kah ini?” gumanku lirih sembari bangkit dari tidurku
“Sifa… bangun nak, kamu nggak sekolah nak?”
berjalan mendekat kearah kamarku, dan mencoba memanggilku.
“Iya ibu, sifa bngun.” Akupun
segera beranjang dari kasur empukku yang setiap malam menemaniku menjelajahi
dunia mimpi.
Iya, aku, Sifa. Gadis
berusia 17 tahun. Aku baru masuk SMA tahun ini, SMA Pelita. Aku suka menulis.
Kehidupanku seperti kertas putih yang setiap hari aku goreskan tinta merah,
hitam, pink, coklat, keemasan dan penuh dengan warna. Aku ingin sekali
menerbikan sebuah novel, novel yang tidak hanya menguras air mata tapi
memberikan kisah yang bermanfaat dan memiliki arti.
Tempat yang paling aku suka yaitu danau
pelangi, tempat dimana pertama kali aku bertemu dengan sosok pria yang bisa
membuatku tersenyum lebar saat berada disampingnya, pria yang aku kagumi dan yang
sekarang menjadi kekasihku. Ya, Fadil yang sudah menemaniku sekitar satu tahun
lamanya. Yang aku harapkan kelak menjadi pendamping hidupku.
Berbicara tentang danau pelangi, aku menyukai
pelangi, warna kehidupan yang indah, yang selalu temaniku setiap hujan reda,
dari warna gelap sampai terang. Setiap hujan reda aku bersama Fadil pergi
kedanau pelangi untuk melihat senyman dari wajah alam. Kita yang memberikan
nama danau pelangi karna setiap saat setelah hujan reda, kita pergi ketempat
itu untuk melihat indahnya warna kehidupan yang begitu indah disuguhkan dengan jelas oleh alam yang berupa senyuman
terindah untuk kita.
Tapi mungkin sekarang
warna gelap yang sedang singgah dikehidupanku. Saat dirinya berubah dengan
segala sikapnya atas diriku. Sejak seminggu yang lalu sebelum hari sepecial
untuk kita berdua, hari jadi kita yang kedua tahun. Dan tinggal 4 hari lagi
menuju hari itu. aku berarap keajaiban
datang sebelum hari itu, berahap agar dia bisa kembali seperti dulu,
mencintai dan menyayaiku dengan tulus. J
***
“Sifa….” Teriak dyta
teman sekelaku.
Akupun menoleh kearah dyta yang tepat berada
dibelakangku dengan wajah sok imutnya.
“Hay… lho kok
tumben kamu sudah ada disekolah dyt?” Candaku untuk temenaku yang satu
ini yang sering kali terlambat masuk sekolah.
“Ihhh,,,, Sifa gitu deh
ma aku, emang setumben itu kah aku masuk sekolah sepagi ini?” memasang tampang
memelasnya yang terkadng membuatku jengkel L.
“Aduh,,, temen aku yang
cantik dan yang paling limut ini, jangan ngambeg gitu dong. Aku cuma bercanda
aja dyt.” Denga tersenyum dan memegang tangan dyta.
“teng,,,,teng,,,teng,,,”
lonceng sekolahpun berbunyi, dan bergegaslah aku, dyta dan semua siswa lain
masuk kelas.
***
Di dalam kelas, entah
mengapa hari ini aku tak bisa fokus didalam menerima pelajaran. “Apa yang akan
terjadi?” Bisikku dalam batinku.
Jam pertama pelajarn
telah lewat, tapi aku tak tahan ingin kebelakang karena panggilan alam yang
mendesak perutku. J
“Bu……” panggilku ke
guru mapel jam kedua di ruang kelasku
“Iya Sifa, ada
pertnyaan?” Tanya guruku
“Tidak bu, boleh saya
kebelakang sebentar bu?” mendekat kearah meja guruku yang sedang menerangkan
“Iya, silahkan.”
Memberi ijin aku untuk keluar kelas.
Aku bergegaslah keluar
dari kelasku. Dengan cepatnya aku berjalan, aku tak sengaja melihat Fadil
dengan seorang wanita berdua digerbang sekolahku, mereka sedang ngobrol disana,
dan aku tak tau apa yang sedang mereka bicarakan. Aku mengabaikan sakit
perutku, akupun segera menghampiri mereka secara diam-diam.
“ Fadil.” Kataku heran.
Fadilpun menoleh
kearahku dengan wajah terkejutnya menemukan aku tepat berada di belakangnya.
“ S-I-F-A.” gumannya
dengan wajah terkejutnya.
“ Kamu sedang apa
disini dan siapa dia?” Tanyaku heran sambil menunjuk kearah wanita yang bersama
Fadil.
“A…..aku, aku ada
kerjaan disini dan dia temen satu tugasku ditempat les, kebetukan dia satu
sekolah denganmu.” Jawabnya dengan gugup.
“ kamu tidak sedang
bohongkan?” Tanyaku tak percaya dengan penjelasan Fadil.
“ emangnya wajah aku
sedang bohong? Kamu tidak percaya dengan kekasihmu sendiri? Aku heran sama
kamu, kenapa sih dikit-dikit tanya, dikit-dikit mikir yang nggak-nggak, deket
sama cewek lain kamu kira aku suka atau apalah. Capek tau.” Jawabnya sambil
menyentakku. Aku hanya bisa diam dan menangis mendengar kata-kata kasarnya yang
sering keluar saat dia marah. Aku memang selalu cemburu saat dia dekat dengan
wanita lain. Mungkin karena persan sayang ini yang terlanjur singgah di hatiku.
Aku berfikiran seperti itu karna hati ini pernah ia gores berkali-kali.
Menduakan cintaku dan lebih memilih wanita lain dari pada aku dan aku tak ingin
itu kembali terulang.
“iya aku percaya sama
kamu.” Jawabku dengan berlinang air mata menatapnya.
“gitu dong sayang,
jangan nangis lagi dong.” Tersenyum kepadaku sambil merangkul tubuhku. Saat itu
aku menaruh kepercayaannya untuknya.
“oke, sekarang
sebaiknya aku pergi dulu ya. Nanti hubungin aku lagi ya dil untuk
gemana-gimananya.” Sela wanita yang bersama Fadil tadi.
“oke, nanti aku
hubungin lagi.” Tersenyum dengan wanita itu dan melambaikan tangannya. Akupun
melepas rangkulan Fadil dan menatap matanya.
“kamu beneran tidak ada
apa-apa dengan wanita itukan?” tanyaku lagi meyakinkanku.
“akukan sudah bilang
dia cuma temen aku, jelas?” jawabnya dengan wajah jengkelnya.
“oke, aku percaya.
Hemmmm… sayang, nanti sepulang sekolah kamu bisa nganterin aku ke toko buku
nggak?” Ajakku kepadanya.
“aduh sorry sayang
nanti aku ngerjain tugas sama temenku tadi jadi maaf nggak bisa, nggak apa-apakan?” jawabnya dengan
tersenyum kepadaku.
“iya, nggak apa-apa
kok.” Tersenyum kearahnya. Akupun segera bergegas kembali ke kelasaku.
***
Waktu jam sekolahpun
telah usai, akhirnya aku pergi ke toko buku sendiri. dan tanpa aku sengaja
sesaat setekah aku keluar dari toko buku itu, aku melihat Fadi dengan wanita
itu berdua berboncengan ditengah hujan
layaknya sepasang kekasih. Betapa sakit dada ini melihatnya berdua dengan wanita
lain. Aku tak sanggup melihatnya. L
Sesampainya aku
dirumah, aku tak sanggup lagi menopang tubuhku yang lemah karnanya. Menangis
bersamaan hujan turun ditemani gemercik air yang kian deras. Belum berakhir
kesedihan ini, aku dikejutkan dengan kabar yang tak pernah aku inginkan. Kabar
Fadil, dia mengalami kecelakaan dengan wanita yang berada bersamanya tadi.
Betapa terkejutnya aku mendengar kabar itu. Tak kuasa aku mendengar kabar itu
sampai-sampai kaki ini tersa lemas, seperti tulang-tulang kaki ini lepas dari
dagingnya, sakit yang teramat sangat.
Akupun tak mau hanya
berdiam diri dan menangisinya, aku segera mengegas motorku kembali, menerjang
hujan yang semakin deras. Di dalam benakku hanya ada persaan sedih melihat
kekasih yang aku sayang terbaring dengan penuh luka dan mersakan sakit yang
luar biasa. Seandainya Allah mengijinkan, aku ingin berpindah posisi dengannya.
Biarlah aku yang mersakan sakit itu, terbaring dengan luka-luka itu.
Tak lama beberapa jam,
sampailah aku dirumah sakit yang merawat Fadil.
“Dit, gimana keadaan
Fadil?” tanyaku dengan berlinang air mata.
“Sifa, kamu yang sabar
ya. Tadi dokter berkata kalau Fadil mengalami cacat mata permanen akibat
pecahan kaca mobil yang ia tabrak dan wanita yang bersamanya hanya luka bagian
kaki dan tangannya. Tapi kata dokter jika ada orang yang mau mendonorkan
korneanya untuk Fadil, insyallah Fadil bisa melihat lagi” Jelas dita sambil
memegangi pundakku.
“ Ya Allah, separah itu dit? Lalu sekarang
dimana Fadil?” tanyaku lagi dengan rasa ingin cepat-cepat bertemu Fadil.
“Dia ada dikamar
melati, bersama ibu dan keluarganya.” Jawab dita dengan wajah yang masih sedih
menatapku. Akupun segera berjalan menuju kamar Fadil. Aku melihat Fadil
terbaring lemah dengan beberapa luka di tubuhnya. Berjalan aku menuju tempat
Fadil
“Sifa.” Kata ibunya.
Aku terus berjalan menghampiri Fadil dengan wajah yang tak percaya dengan apa
yang sedang aku lihat.
“Sifa, maafkan Fadil
jika dia sering kali membuatmu menangis.” Kata ibu Fadil sambil menatap mataku
yang penuh dengan air mata.
“Iya bu, Sifa sudah
memaafkan semua kesalahan Fadil dan Sifa tidak pernah menyalahkan Fadil dengan
semua yang telah ia lakukan ke Sifa. Siafa menyayanginya bu, menyayanginya apa
adanya, meski ia tak mampu lagi melihat Sifa tetap sayang bu.” Jelasku dengan
memegangi tangan Fadil yang masih tak sadarkan diri.
“Trimakasih Sifa.” kata
ibu Fadil sambil tersenyum padaku.
***
Pagi yang biasanya aku isi dengan tawa
mendengar suaranya, kali ini hanya kesedihan yang aku rasakan melihat dia yang
sedang terbaring lemah. Aku tak percaya semua ini bisa terjadi. Melihat kekasih
yang aku sayang tak mampu melihat lagi. Andai aku bisa menggantikan posisinya.
Beberapa jam kemudian, Fadil mulai sadar,
beratpa senangnya hati ini melihat dia tersadar dari komanya.
“Fadil, ini aku Sifa.”
Kataku terharu
“Sifa, kenapa semuanya
gelap? aku tak bisa melihat.” Tanyanya padaku.
” Fadil kamu yang sabar
ya, mata kamu buta permanen akibat dari pecahan kaca yang kamu tabrak, tapi
jika ada orang yang mau mendonorkan korneanya untukmu, kamu bisa melihat lagi.”
Jelasku dengan memegangi tangan Fadi sambil menenangkannya.
“Apa? Aku buta?” tanyanya
lagi dengan berlinang air mata. Dia menangis setelah mendengar semua kenyataan
yang dia harus trima.
Tak lama beberapa saat
kemudian, wanita yang berada bersamanya saat kecelakaan itu terjadi tiba-tiba
menemui Fadil.
“Fadil.” Kata wanita
itu yang muncul dari pintu kamar Fadil.
“Indah, itu kamu?”
sambil mencari-cari sumber suara itu.
“iya ini aku. Maaf
Fadil aku tidak bisa meneruskan hubungan ini. Kamu sekarang buta dan apa
yang bisa kamu lakukan dengan keadaan
kamu yang sekarang untuk membahagiakan aku. Maafkan aku Fadil, aku harus
pergi.”
“Indah apa maksudmu?
Aku lebih memilihmu dari pada Sifa, kenapa kamu pergi dariku setelah aku buta?”
mencari-cari wanita yang bernama Indah itu dengan masih menangis.
Betapa sedihnya aku
mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya yang lebih memilih wanita itu
dari pada aku. Betapa hancur perasaanku saat itu.
“Fadil, kamu tenang
ya.” Kataku sambil menenangkannya.
“Pergi, pergi. Kamu
pergi dari sini!” bentaknya kepadaku dengan wajah yang marah.
Akupun pergi meninggalkannya
untuk sejenak membiarkannya untuk menenangkandirinya.
***
Hari berikutnya sehari
sebelum hari sepecial kita yang kedua tahun, aku memutuskan memberikan kornea
mata ini untuk Fadil. Meski aku tak dapat lagi melihat tapi aku masih mampu
merasakan kebahagiaannya. Mendengar tawanya yang mampu membuatku tersenyum
dalam dukaku, memberikan semangat dalam keputus asaanku. Aku ingin tetap
mendengar tawanya.
Aku tak mau
membuang-buang waktuku, segeralah aku menuju rumah sakit dimana Fadil dirawat
bersama sahabatku dita. Sebelum aku tak bisa melihatnya kembali, terakhir kali
aku menulis surat untuknya yang aku titipkan ke sahabatku itu.
“Dit, aku mau setelah
Fadil melakukan operasi matanya, kamu berikan surat ini untuknya dan aku mohon
jangan pernah bilang kalau kornea mata ini dari ku, aku mohon.” Pintaku ke dita
dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu yakin ingin
melakukan itu semua untuk Fadil? Dia sudah menyia-nyiakanmu tapi kenapa kamu
masih mau memaafknnya dan malah mau mendonorkan korneamu untuknya?” tanya dita
dengan wajah yang penuh tanda tanya.
“Aku menyayanginya
tulus dari hatiku dan aku tak pernah menyesal melakukan ini semua untuknya. Aku
senang dapat mendengarnya tetsenyum dan tertawa kembali.” Jelasku dengan
memegang tangan Dita.
Akupun mulai memasuki
kamar priksa dan melakukan operasi pencangkokan kornea ditemani sahabatku. Saat
itu pula Fadil melakukan operasi mata bersamaku di dalam ruangan yang sama dan
itupula terakhir kali aku melihat dia tersenyum mendengar jika matanya bisa
sembuh dan bisa melihat lagi.
Setelah selesai
pencangkokan, aku berdiri di kaca jendela kamar Fadil bersama sahabatku. Aku
begitu senang melihat operasi itu berhasil dan Fadil dapat melihat kembali.
“Sifa, aku Bangga punya
sahabat sepertimu. Kamu begitu tegar menghadapi semua cobaan yang kamu alami
dan kamu tetap bisa tersenyum saat orang yang palimg kamu sayangi menghiyantai
dan menyianyiakanmu. Aku bangga denganmu sobat.” Kata dita sambil menggengam
tanganku. Aku hanya tersenyum dan merasakan kebahagiaan kekasihku yang bisa
tertawa lagi dan dapat melihat lagi. J
***
Sore itu, tepat dihari
yang aku nanti-nantikan. Hari ini usia hubunganku dengan Fadil tepat berusia dua
tahun tapi disore ini aku tak bisa melihat pelangi bersamanya. Ditengah hujan,
aku berdiri menantikan sapaan senyum terindah dari alam sendirian tanpa Fadil. L
Disisi lain Fadil hari
ini dibolehkan untuk pulang dan Dita berada disana menyampaikan pesan yang ku
tulis sebelum aku mendonorkan korneaku untuknya.
“Fadil.” Kata dita yang
berada dikamar Fadil.
“Kamu dit, ada apa?”
jawab Fadil sembari membereskan pakaiannya.
“Aku punya pesan dari
Sifa untukmu.” Jelas dita
“Aku tidak ingin
mendengarnya. Saat aku butapun dia tidak ada disampingku menemaniku. Aku tidak
ada waktu untuk membaca pesan dari dia. Aku harus nemuin Indah.” Jawab Fadil
ketus.
“Kamu bodoh. Kamu lebih
memilih wanita yang jelas-jelas meninggalkanmu saat kamu dalam keadaan buta
tapi kamu malah menyianyiakan wanita yang selalu setia denganmu. Menunggumu
saat kamu terbaring koma dirumah sakit. Wanita yang mampu memaafkanmu saat kamu
melakukan kesalahan terbesarpun. Baca dan renungi kesalahanmu.” Kata dita
dengan berlinang air mata. Fadilpun mulai membaca sepucuk surat dariku untunya.
Aku
tak ingin melihat saat kau lukai aku
Aku
tak ingin melihat saat kau patahkan hatiku
Aku
tak ingin melihat saat kau duakan cintaku
Biarkan
mata ini buta, tapi hati ini tak buta untukmu
Ku
berikan kornea ini untukmu sayang, meski aku tak bisa melihat indahnya alam
dengan mataku sendiri, tapi aku masih bisa melihat pelangi bersamamu sayang,
mendengar tawamu meski aku tak dapat melihat . Aku menyayangimu FADIL.
“Kamu sekarang sudah
tahukan seberapa besar Sifa menyayangimu. Dia rela buta demi kebahagiaanmu. Dia
benar-benar menyayangimu dengan tulus. Tak pernah dia menghiyanatimu, dia
selalu setia untukmu. Selalu mencoba membuatmu bahagia meski dia yang harus
merasakan duka.” Jelas dita yang tak henti-hentinya menangis di depan Fadil.
“Apa kornea ini milik
Sifa?” tanya Fadil dengan mata yang berkaca-kaca.
“Iya, kornea yang
sekarang ada dimatamu itu milik Sifa. Sekarang dia tidak bisa melihat lagi dan
dia harus mengurungkan niat dan cita-citannya menjadi novelis. Dia merelakan
semua itu untuk kebahagiaan mu, kebahagiaan kekasihnya yang tak pernah setia
setulus hati mencintainya.” Kata Dita dengan wajahnya yang geram dengan tingkah
Fadil.
“Begitu besar cinta dan
sayang Sifa terhadapku. Aku tak pernah menyadari itu selama ini. Dia masih mau
menerima maafku setelah sekian kali aku menyakitinya. Apa kali ini Sifa masih
mau memaafkan ku?” tanya Fadil kepada Dita.
“Mungkin kamu akan
sadar dengan cinta Sifa terhadapmu setelah Sifa telah tiada, pergi meninggalkan
mu untuk selamanya. Aku yakin Sifa masih mau memaafkanmu jika kamu mau
benar-benar berubah untuknya.” Jawab Dita sambil sedikit menyindir Fadil.
“Dimana Sifa sekarang,
aku ingin menemuinya.” Tanya Fadil dengan penasaran.
“Kamu ingat hari ini
hari apa? Dia berada ditempat pertama kali kalian jadian, dia sedang menantikan
pelangi kalian disana.” Jelas Dita kepada Fadil.
“Iya, aku tau dia
sekarang ada dimana. Didanau pelangikan?” jawab Fadil dengan wajah
sumringahnya. Fadilpun segera bergegas meninggalkan rumah sakit dan bergegaslah
dia menuju ketempat pertama kali kita jadian untuk menemuiku.
***
Sedangkan aku disini
terdiam menantikan hujan di senja ini berhenti dan mulai memberikan warna baru
dalam kehidupanku. Aku tetap berdiri terdiam dalam keheningan senja itu,
menangis dalam hujan.
Tiba-tiba aku mendengar
ada suar yang memanggilku. Semakin lama suara itu terdengar jelas mendekat
kearahku. Suara yang ku kenal dan tak asing lagi di telingaku. Suara pria yang
aku sayang, yang setiap pagi selalu memanggilku dengan “MY PRINCESS”, yang
sekarang tak pernah lagi ia memanggilku seperti itu. Iya, Fadil. Akupun segera
mencari-cari sumber suara itu.
“Fadil, apa itu kamu?”
triakku mencari-carinya.
“Iya Sifa, ini aku
Fadil. Maafkan aku Sifa, aku seringkali menyakiti hatimu dan membuatmu menangis
atas sikapku kepadamu. Jika aku kau berika kesempatan untuk merubah segalanya,
aku berjanji kepadamu sayang, aku akan selalu membahagiakanmu dan menyayangimu,
mencintaimu sepenuh hatiku. Menjagamu dan tak akan pernah aku ulangin kesalahan
yang sama untuk yang sekian kalinya. Aku akan selalu menjaga hatiku hanya
unukmu sayang. Aku sayang kamu Sifa dan aku tak ingin kehilanganmu.” Berbisik
ditelingaku sembari memeluk tubuhku.
“Fadil, aku akan selalu
membukakan pintu maafku untukmu. Berapa ribu jarum yang kau tusukkan dihatiku
aku akan selalu memaafkanmu, karna aku menyayangimu, “Pangeran pembawa
pelangiku”. Aku juga menyayangimu Fadil.” Jawabku dengan penuh haru.
“Trimakasih sayang. Aku
tak akan pernah melepasmu dan aku tak akan pernah menyianyiakanmu lagi. Aku
akan selalu menjagamu dihatiku.” Katanya dan semakin erat ia memeluk tubuhku.
Aku begtu senang
mendengar semua itu keluar dari mulutnya. Sampai-sampai aku tak ingin melepas
pelukannya dari tubuhku.
“Sayang, selamat hari
jadi kita ya.” Sembari mencium keningku.
“kamu ingan sayang
dengan hari ini.” tanyaku dengan terkejutnya.
“Iya ingatlah sayang.
Sore ini pertama kali kita jadiankan? Lihat sayang, alam tersenyum pada kita.”
Kata Fadil dengan tetap memelukku.
“Pelanginya terlihat
sayang?” tanyaku penasaran.
“Iya sayang. Ada merah,
jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu sayang.” Jelasnya padaku.
“Pasti indah sekali ya
sayang?” tanyaku kembali.
“Iya sayang. Indah
seperti hatimu. Aku tidak akan pernah pergi lagi dan kamu harus janji kepadaku,
kamu juga jangan pernah ninggalin aku” berkali-kali mencium keningku.
“Iya sayang. Aku tidak
akan pernah meninggalkan kamu.” Tersenyum kepadanya.
Meski dalam keadaan
buta, aku tetap bahagia karena dalam gelapku masih ada cahaya yang selalu
menemani jalanku. Bersama Fadil hari-hariku kembali cerah dalam gelapku. Damai
dalam dekapannya, terasa nyaman saat berada disampngnya. Dia yang menjadi
mataku, menuntunku dalam gelap. Bersamanya adalah harapanku, tetap dapat
merasakan indahnya warna pelangi di ujung danau pelangi bersamanya.
by: Winda Prameswara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar